Terapi Diet pada Gangguan Autisme

Ditulis oleh : Hasan Aroni, SKM, MPH

Tanggal : 2014-01-30


Sampai saat ini belum ada obat atau diet khusus yang dapat memperbaiki struktur otak atau jaringan syaraf yang kelihatannya mendasari gangguan autisme. Seperti diketahui gejala yang timbul pada anak dengan gangguan autisme sangat bervariasi. Perlu diperhatikan bahwa anak dengan gangguan autisme umumnya sangat alergi terhadap beberapa makanan. Pengalaman dan perhatian orangtua dalam mengatur makanan dan mengamati gejala yang timbul akibat makanan tertentu sangat bermanfaat dalam terapi selanjutnya. Terapi diet disesuaikan dengan gejala utama yang timbul pada anak. Berikut beberapa contoh diet anak autisme.

1. Diet tanpa gluten dan tanpa kasein

            Berbagai diet sering direkomendasikan untuk anak dengan gangguan autisme. Pada umumnya, orangtua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein.

            Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam keluarga “rumput” seperti gandung/terigu, havermuth/oat, dan barley. Gluten memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu dan tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah protein susu.

Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius/memicu timbulnya gejala. Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten.. Perbaikan/penurunan gejala autisme dengan diet khusus biasanya dapat dilihat dalam waktu antara 1-3 minggu. Apabila setelah beberapa bulan menjalankan diet tersebut tidak ada kemajuan, berarti diet tersebut tidak cocok dan anak dapat diberi makanan seperti sebelumnya.

Makanan yang dihindari adalah :

Makanan yang dianjurkan adalah :

2. Diet anti-yeast/ragi/jamur

            Diet ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi jamur/yeast. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertumbuhan jamur erat kaitannya dengan gula, maka makanan yang diberikan tanpa menggunakan gula, yeast, dan jamur.

Makanan yang perlu dihindari adalah :

Makanan tersebut dianjurkan untuk dihindari 1-2 minggu. Setelah itu, untuk mencobanya biasanya diberikan satu per satu. Bila tidak menimbulkan gejala, berarti dapat dikonsumsi.

Makanan yang dianjurkan adalah :

3. Diet untuk alergi dan inteloransi makanan

Anak autis umumnya menderita alergi berat. Makanan yang sering menimbulkan alergi adalah ikan, udang, telur, susu, cokelat, gandum/terigu, dan bias lebih banyak lagi. Cara mengatur makanan untuk anak alergi dan intoleransi makanan, pertama-tama perlu diperhatikan sumber penyebabnya. Makanan yang diduga menyebabkan gejala alergi/intoleransi harus dihindarkan. Misalnya, jika anak alergi terhadap telur, maka semua makanan yang menggunakan telur harus dihindarkan. Makanan tersebut tidak harus dipantang seumur hidup. Dengan bertambahnya umur anak, makanan tersebut dapat diperkenalkan satu per satu, sedikit demi sedikit.

Cara mengatur makanan secara umum

  1. Berikan makanan seimbang untuk menjamin agar tubuh memperoleh semua zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan sel-sel yang rusak dan kegiatan sehari-hari.
  2. Gula sebaiknya dihindari, khususnya bagi yang hiperaktif dan ada infeksi jamur. Fruktosa dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapan fruktosa lebih lambat disbanding gula/sukrosa.
  3. Minyak untuk memasak sebaiknya menggunakan minyak sayur, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak kedelai, atau minyak olive. Bila perlu menambah konsumsi lemak, makanan dapat digoreng.
  4. Cukup mengonsumsi serat, khususnya serat yang berasal dari sayuran dan buah-buahan segar. Konsumsi sayur dan buah 3-5 porsi per hari.
  5. Pilih makanan yang tidak menggunakan food additive (zat penambah rasa, zat pewarna, zat pengawet).
  6. Bila keseimbangan zat gizi tidak dapat dipenuhi, pertimbangkan pemberian suplemen vitamin dan mineral (vitamin B6, vitmin C, seng, dan magnesium).
  7. Membaca label makanan untuk mengetahui komposisi makanan secara lengkap dan tanggal kadaluwarsanya.
  8. Berikan makanan yang cukup bervariasi. Bila makanan monoton, maka anak akan bosan.
  9. Hindari junk food seperti yang saat ini banyak dijual, ganti dengan buah dan sayuran segar.

 

Seorang anak penyandang autisme mempunyai dunia yang berbeda dengan anak yang bukan penyandang, termasuk makanan yang dikonsumsi. Bebas gluten dan kasein adalah makanan yang dianjurkan untuk anak-anak penyandang autisme. 

Anak dengan sindrom spektrum autisme cenderung meningkat beberapa tahun terakhir. Gangguan spektrum austime merupakan salah satu dari gangguan perkembangan pervasif (pervasive developmental disorders/PPD) yang melibatkan gangguan komunikasi dan kemampuan sosial, perilaku serta kognitif.

Seorang anak penyandang autisme mempunyai dunia yang berbeda dengan anak yang bukan penyandang. Ia sulit mengekspresikan dirinya menggunakan kata-kata dan bereaksi terhadap lingkungan dengan cara yang tidak biasa. Sindrom yang juga termasuk dalam PDD adalah Asperger dan Rett.

Para ahli sepakat bahwa penyandang autisme harus menghilangkan sumber peptida (sejenis zat medium yang terbentuk dari asam animo yang mempunyai ciri khas protein tapi tidak sama dengan protein), yaitu gluten (protein dari gandum) dan kasein (protein dari susu).

Anak autis harus menjalankan diet yang disebut Diet GF-CF (Gluten-free dan Casein-free). Selain diyakini dapat memperbaiki gangguan pencernaan, juga bisa mengurangi gejala atau tingkah laku autisme anak.

Meski sampai sekarang masih menjadi perdebatan soal pengaturan jenis makanan yang memperparah gejala autisme, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa mengurangi gluten dan kasein membuat anak penyandang autisme menunjukkan perbaikan, yang tampak dari membaiknya perilaku anak. Selain harus bebas gluten dan kasein, makanan lain yang juga dilarang adalah  makanan yang mengandung ragi, makanan yang difermentasikan dan gula.

Penelitian Dr. dr Sri Achadi Nugraheni, ahli gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang dalam Inilah.Com tentang pengaruh makanan dan minuman terhadap autisme pada tahun 2009 menunjukkan bahwa diet terhadap makanan dan minuman yang mengandung gluten  dan  kasein berpengaruh besar terhadap autisme.

Penelitian Dr. Sri mengambil sampel 160 anak autis dari enam empat terapi di Semarang dan 120 anak autis dari lima tempat terapi di Solo. Dari hasil penelitiannya, Dr. Sri menganjurkan agar anak-anak penyandang autisme  menjalankan diet ketat dengan menghindari asupan mengandung kasein yang berasal dari susu, misalnya susu sapi, susu bubuk, susu skim, susu kambing, mentega, dan keju.

Anak penyandang autis juga diminta menghindari pemberian segala macam asupan mengandung gluten yang berasal dari gandum, misalnya sereal. Kemudian dilakukan pemantauan setiap dua minggu sekali selama tiga bulan. Setelah melalui periode tiga bulan pemantauan, Dr. Sri menemukan perkembangan yang cukup baik pada anak penyandang autis, terutama perubahan perilaku ke arah positif. Gangguan perilaku interaksi sosial, antara lain rasa malu yang tidak wajar, tidak ada kontak mata, dan suka menyendiri mengalami penurunan yang signifikan.

Selain itu, gangguan komunikasi nonverbal yang lazim dialami anak penyandang autisme; seperti menggumam kata-kata yang tidak bermakna, perilaku hiperaktif dan berjalan secara tidak wajar, turut berkurang. Demikian pula gangguan emosi dan persepsi sensorik, misalnya suka menjilat dan tidak merasa sakit jika terluka.

Temuan Dr. Sri ini sesuai dengan penelitian para ahli di Amerika Serikat dan Eropa yang menemukan bahwa anak-anak penyandang autisme memiliki lubang-lubang kecil pada mukosa (lendir usus) sehingga mereka mengalami kesulitan mencerna kasein dan gluten, padahal kedua zat tersebut merupakan protein yang susah dicerna menjadi asam amino melainkan masih terdiri dari rangkaian beberapa asam amino peptida dan tidak bisa terserap tubuh karena ukurannya yang besar.Namun karena keadaan usus lebih bisa ditembus air, peptida sanggup menyelinap melalui lubang-lubang kecil pada mukosa, lalu terserap oleh usus dan dibawa aliran darah ke otak. Di otak, peptida ini bersatu dengan sel–sel receptor opioid (opioid= memiliki sifat opium) menjadi seperti morfin. Peptida yang berasal dari gluten akan menjadi gluteomorphin, sedangkan peptida yang berasal dari kasein akan menjadi caseomorphin. Kedua jenis peptida ini efeknya seperti morfin yang mempengaruhi perilaku seseorang, persepsi dan respons terhadap lingkungannya. 

Belum Tercerna Sempurna. Lubang-lubang pada mukosa (lendir usus) ini juga membuat anak penyandang autisme jadi alergi terhadap makanan. Makanan-makanan yang belum tercerna dengan sempurna akan menyelinap melewati  lubang-lubang tersebut. Di luar dinding usus, terdapat sel-sel pembuat antibodi. Oleh sel-sel antibodi yang terdapat di dinding usus,  makanan yang belum tercerna sempurna tadi dianggap sebagai zat asing dalam tubuh.  Misalnya, anak mengonsumsi coklat dan belum tercerna sempurna, maka coklat tersebut akan dianggap 'musuh' oleh sel-sel antibodi  sehingga akan terbentuk zat antibodi terhadap coklat. Akibatnya, tubuh anak penyandang autisme alergi coklat. Hal yang sama terjadi untuk bahan-bahan makanan lain.

Daftar pustaka

Majalah Ayah Bunda online, Makanan Khusus Anak Berkebutuhan Khusus, online

http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Gizi+dan+Kesehatan/makanan.khusus.anak.berkebutuhan.khusus/001/001/1766/2/autis/4 (di akses sabtu 15 desember 2013 )

 

Tuti Soenardi, Susirah Soetardjo, dalam Autis.info, Terapi Diet pada Gangguan Autisme, online http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-makanan (di akses sabtu 15 desember 2013 )

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Syaifuddin.2006.Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Supariasa, I dewa nyoman dkk.2002.Penilaian Status Gizi.jakarta:EGC

XPF