Biskuit Rendah Energi Bagi Penderita Obesitas

Ditulis oleh : Dini Asrina

Tanggal : 2011-03-29


Pada tahun 1998 WHO menyatakan adanya epidemic global besitas. Prevalensinya meningkat tidak saja di negara-negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang. Menurut Podojoyo dalam jurnal pembangunan manusia prevalensi obesitas di Surabaya sebesar 6,5%, Tangerang 5,01%, Yogyakarta 7,8%, dan Palembang 6,62%. Dampak obesitas pada masa anak beresiko tinggi menjadi obesitas pada usia dewasa dan berpotensi mengalami berbagai penyebab kesaitan dan kematian antara lain penyakit degenerative yang berujung kematian (jantung koroner).

Penanggulangan Obesitas
Penderita obesitas hendaknya membatasi konsumsi lemak. Dalam 0,5 kg lemak tubuh penderita obesitas diperkirakan tersimpan energy 3500 kkal/hari (Khomsan, 2003). Untuk itu perlu diberikan diet rendah kalori. Selain diet rendah kalori, konsumen dapat mengonsumsi selingan makanan yang rendah lemak.

Sebagai makanan yang lazim dikonsumsi bagi semua kalangan masyarakat, biskuit merupakan makanan yang lebih mudah dikonsumsi untuk selingan makanan. Pembuatan biskuit ini harus sesuai dengan SNI yang telah disahkan menurut KepMenKes RI No 913/MENKES/SK/VII/2002 tentang AKG yang dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Bahan utama pembuatan biskuit adalah tepung terigu, terigu adalah sumber utama gluten yang mencapai 80% dari total protein dalam tepung, dan terdiri dari protein gliadin dan glutenin. Kontribusi karbohidrat dan protein nantinya akan menjadi lemak.

Biskuit Modifikasi
Untuk mengganti tepung terigu sebagai bahan makanan sumber karbohidrat dapat digunakan MOCAF dan tepung angkak. MOCAF merupakan turunan dari tepung singkong sehingga dapat menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Selain itu, dapat menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma dan citarasa singkong yang cenderung tidak menyenangkan konsumen serta menghasilkan warna yang lebih putih dibandingkan tepung singkong biasa. Kandungan gizi MOCAF untuk karbohidrat tinggi (85,3%) sebagai sumber energi, protein (1,7%), lemak (1,4%).

MOCAF dapat digunakan untuk membuat kue kering seperti cookies, nastar, dan kaastengel, kue basah seperti kue lapis, brownies, spongy, dan cake, bihun, dan campuran produk lain berbahan baku gandum atau tepung beras, dengan karakteristik produk yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan penggunaan tepung terigu maupun tepung beras.

Keunggulan MOCAF sebagai biskuit

  1. Kandungan serat terlarut (soluble fiber) lebih tinggi dari pada tepung gaplek,
  2. Kandungan mineral (kalsium) lebih tinggi (58%) dibanding padi (6%) dan gandum (16%),
  3. Oligasakarida penyebab flatulensi sudah terhidrolis,
  4. Mempunyai daya kembang setara dengan gandum tipe II (kadar protein menengah),
  5. Daya cerna lebih tinggi dibandingkan dengan tapioka gaplek.


Angkak sebagai bahan pembuatan biskuit
Angkak dibuat melalui proses fermentasi beras dengan kapang Monascus purpureus. Penggunaan angkak sebagai obat di Cina dimulai sejak Dinasti Tang. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa angkak mengandung senyawa gamma-aminobutyric (GABA) dan acetylcholine chloride, yaitu suatu senyawa aktif yang bersifat hipotensif.

Efektifitas angkak untuk menurunkan kadar kolesterol telah di uji klinis lebih dari 17 riset di Cina. Sedangkan Universitas Kedokteran UCLA di Amerika juga telah melakukan riset yang menyimpulkan konsumsi 2,4 gram angkak per hari dapat menurunkan secara nyata tingkat kolesterol total dan LDL dalam 12 minggu. Angkak sebaiknya tidak dikonsumsi bersama-sama dengan obat penurun kolesterol (statin) yang bersifat menghambat HMG-CoA reduktase (seperti atorvastatin, lovastatin, fluvastatin, simvastatin, pravastatin, cerivastatin). Sebab, dapat meningkatkan pengaruh obat tersebut yang akhirnya akan menaikkan risiko kerusakan lever.

Manfaat dari pembuatan biskuit ini adalah menyediakan bahan pangan biskuit bagi penterita obesitas. Selain itu, dapat mengembangkan potensi pangan lokal, khususnya untuk MOCAF yang saat ini menjadi tren Ibu-Ibu PKK dalam demo kreasi produk, meningkatkan kesejahteraan petani bagi industri pembuatan MOCAF di daerah yang banyak menghasilkan singkong di Indonesia.

Penutup
Perkembangan teknologi dan media elektronika tampaknya menjadi tren di era globalisasi ini, sehingga aktivitas fisik semakin berkurang. Agaknya dari kemajuan teknologi ini membuat masyarakat cenderung bermalas-malasan dan lebih senang yang instan. Salah satu upaya untuk membatasi kelebihan energi adalah diet rendah kalori. Sebagai bahan yang lazim dikonsumsi oleh semua kalanagan, biskuit rendah energy ini mampu menanggulangi penyakit obesitas dan bagi masyarakat yang sedang menjalankan diet rendah energy. Walaupun pembuatan biskuit ini belum pernah diteliti, namun menurut teori yang didapatkan MOCAF dan zhi tai (tepung angkak) dapat dijadikan alternatif biskuit untuk penderita obesitas. Untuk itu sebaiknya perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan metode analisi kimia dan mutu gizi.(Editor : A.Zani Pitoyo)


Author: Dini Asrina

Asal Jurusan: DIII Gizi Malang

XPF