Seputar Kelainan Autis

Ditulis oleh : Silfia Fitriani

Tanggal : 2011-05-20


Apa sebenarnya autis?

Istilah autis baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kenner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Autism berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti sendiri. Autis atau yang biasa disebut ASD (Autistic Spectrum Disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan sangat bervariasi yang gejalanya timbul sebelum anak berusia tiga tahun. Dalam pengertian sederhana, autis merupakan penyakit dengan gejala tidak ada kontak mata, keterlambatan bicara/berkomunikasi, hiperaktif, tidak ada respon bila dipanggil, emosinya sangat tinggi dan hipersensitivitas terhadap suara.

Lalu, bagaimana autis bisa terjadi?

Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.

 

Beberapa teori yang didasari beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari penyebab dan proses terjadinya autis. Beberapa teori penyebab autis adalah : teori kelebihan Opioid, teori Gulten-Casein (celiac), Genetik (heriditer), teori kolokistokinin, teori oksitosin Dan Vasopressin, teori metilation, teori Imunitas, teori Autoimun dan Alergi makanan, teori zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar, teori Infeksi karena virus Vaksinasi, teori Sekretin, teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), teori paparan Aspartame, teori kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu dan teori orphanin Protein: Orphanin.

Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya sebagian kecil saja yang mengalami gejala autism. Hal ini mungkin berkaitan dengan teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Beberapa penelitian anak autism tampaknya didapatkan ditemukan adanya gangguan netabolisme metalotionin. Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh tubuh dalam mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam berat memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan afinitas tersebut air raksa memiliki afinitas yang paling kuar dengan terhadam metalotianin dibandingkan logam berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan bahwa gangguan metalotianin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah defisiensi Zinc, jumlah logam berat yang berlebihan, defisiensi sistein, malfungsi regulasi element Logam dan kelainan genetik, antara lain pada gen pembentuk netalotianin

Perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autis yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Banyak penelitian lainnya yang dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan luas memastikan bahwa imunisasi MMR tidak menyebabkan Autis. Beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith seorang warga negara Amerika bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autis disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi.

Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentunya lebih bisa dipercaya dibandingkan laporan beberapa kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna secara umum. Namun penelitian secara khusus pada penyandang autis, memang menunjukkan hubungan tersebut meskipun bukan merupakan sebab akibat.

Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.

Karin Nelson, ahli neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi autis dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autisme terjadi sebelum kelahiran bayi.

Saat ini, para pakar kesehatan di negara besar semakin menaruh perhatian terhadap kelainan autis pada anak. Sehingga penelitian terhadap autism semakin pesat dan berkembang. Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autis secara genetik, neuroimunologi dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak autisme. Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama autis sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.


Apa tanda-tanda anak menderita autis?

Anak-anak penyandang spektrum autisme biasanya memperlihatkan setidaknya setengah dari daftar tanda-tanda yang disebutkan di bawah ini. Gejala-gejala autisme dapat berkisar dari ringan hingga berat dan intensitasnya berbeda antara masing-masing individu. Hubungi profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autis, jika mencurigai anak memperlihatkan setidaknya separuh dari gejala-gejala ini :

1.         Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya
2.         Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya
3.         Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata
4.         Tidak peka terhadap rasa sakit
5.         Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.
6.         Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda
7.         Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan
8.         Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)
9.         Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka  menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan daripada kata-kata
10.      Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang bersifat rutin
11.      Tidak peduli bahaya
12.      Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama
13.      Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)

14.      Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi
15.      Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli
16.      Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa
17.      Tentrums – suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas
18.      Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok)

Apa saja terapi yang bisa dilakukan untuk anak autis?

Terdapar 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk autis. Namun, jangan lupa bahwa autis adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda.


1.         Applied Behavioral Analysis (ABA)
2.         Terapi Wicara
3.         Terapi Okupasi.
4.         Terapi Fisik
5.         Terapi Sosial
6.         Terapi Bermain
7.         Terapi Perilaku
8.         Terapi Perkembangan
9.         Terapi Visual
10.      Terapi Biomedik

Lalu, bagaimana dengan pengaturan makanannya?

Pengaturan makanan pada anak autis adalah diet bebas gluten bebas kasein (Gluten Free Casein Free/GFCF).   Terdapat bahan makanan yang aman dalam diet GFCF diantaranya:

Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten, misalnya beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioka, ararut, maizena, bihun, soun, dan sebagainya.

  • Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein, misalnya susu kedelai, daging, dan ikan segar (tidak diawetkan), unggas, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, kacang mede, kacang kapri dan kacang-kacangan lainnya.
  • Sayuran segar seperti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning, kangkung, tomat, wortel, timun, dan sebagainya.
  • Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, mangga, pisang, jambu, jeruk, semangka, dan sebagainya.
(edt.:zp)

 

XPF